PNEUMONIA
a. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan
radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding
alveoli dan rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia
lobaris maupun lobularis / bronchopneumonia.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan
yang terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di
seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun
1986 yang dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam penyakit
infeksi akut saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai.
b. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
pneumonia :
Diketahui beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu :
1. Mekanisme
pertahanan paru
Paru
berusaha untuk mengeluarkan berbagai organisme yang terhirup seperti partikel
debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk
mekanisme ini antara lain: bentuk anatomis saluran pernafasan, reflek batuk,
system mukosilier, juga system fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu
dengan memakan partikel-partikel yang mencapai permukaan alveoli.
Bila
fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat
dikeluarkan dare saluran nafas, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi
infeksi serius. Infeksi saluran nafas berulang terjadi aakibat berbagai
komponen system pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
2.
Kolonisasi bakteri di
saluran nafas
Di dalam saluran nafas atas banyak bakteri yang bersifat
kosal. Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang
cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran nafas bawah dan paru, dan akibat
kegagalan mekanisme pembersihan saluran nafas keadaan ini akan bermanifestasi
sebagai penyakit.
Mikroorganisme yang tidak dapat menempel pada permukaan
mukosa saluran nafas akan ikut dengan sekresi saluran nafas dan terbawa bersama
mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi. Proses penempelan
organisme pada permukaan mukosa saluran nafas tergantung dare system pangemalan
mikroorganisme tersebut oleh sel eputel.
3.
Pembersihan saluran nafas
terhadap bahan infeksius
Saluran nafas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh
berbagai mikroorganisme dare saluran nafas atas, akan tetapi tidak menimbulkan
sakit, ini meninjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien
sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan
menimbulkan penyakit.
Pertahanan paru terhadap hal-hal yang berbahaya dan
infeksius berupa reflek batuk, penyempitan saluran nafas dengan kontraksi otot
polos bronkus pada awal terjadinya proses peradangan, juga dibantu oleh respon
imunitas humoral.
c. Etiologinya
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme,
akan tetapi dapat juga oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal:
1.
Lipid
pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2.
Chemical
pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti berilium
3.
Extrinsik
Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung allergen,
seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare actynomicetes
thermofilik.
4.
Drug Reaction Pneumonitis :
nitrofurantion, busulfan, methotrexate
5.
Pneumonia karena radiasi sinar
rontgen
6.
Pneumonia yang sebabnya tidak
jelas : desquamative interstitial pneumonia, eosinofilik pneumonia
7.
Microorganisma
GROUP
|
PENYEBAB
|
TYPE
PNEUMONIA
|
Bacteri
Aktinomyctes
Fungi
Riketsia
Klamidia
Mikoplasma
Virus
Protozoa
|
Streptococcos pneumonia
Streptococcus piogenes
Stafilococcus aureus
Klebsiella pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus
A. Israeli
Nokardia asteroids
Kokidioides imitis
Histoplasma kapsulatum
Blastomises dermatitidis
Aspergillus
Fikomisetes
Koksiella Burnetty
Chlamidia psittaci
Mikoplasma pneumonia
Infulensa virus, adenovirus respiratory
syncytial
Pneumosistis karini
|
Pneumonia bacteri
Legionnaires disease
Aktinomikosis pulmonal
Nokardiosis pulmonal
Kokidioidomikosis
Histoplasmosis
Blastomikosis
Aspergilosis
Mukormikosis
Q Fever
Psitakosis,Ornitosis
Pneumonia mikoplasmal
Pneumonia virus
Pneumonia
pneumistis (pneumonia plasma sel)
|
d. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului olek infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa
hari, kemudian diikuti dengan demam, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40
derajat C, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada
terlihat bagian sakit tertinggal waktu bernafas dengan suara nafas bronchial
kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang kemudian menjadi
ronki basah kasar pada stadium resolusi.
1.
Community
Acquired Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapatkan di masyarakat, terjadinya
infeksi di luar rumah sakit.
2.
Hospital
Acquirted Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapat selama penderita dirawat di
rumah sakit. Hampir 1 % dare penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan
pneumonia selama dalam perawatan dan 1/3nya mungkin akan meninggal. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU lebih dare
60 % menderita pneumonia.
3.
Pneumonia in the
immunocompromised host yaitu, yang terjadi akibat terganggunya system kekebalan
tubuh. Macula ini semakin meningkat dengan penggunaan obat-obatan sitotoksik
dan imunosupresif, hal ini akibat dare merningkatnya kemajuan di bidang
pengobatan penyakit keganasan dan transplantasi organ.
e.
Gambaran Patogenesis
Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadan ini disebabkan oleh adanya mekanismer pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya than tubuh, mikroorganisme, dan
lingkuingan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, yaitu :
-
Inhalsi langsung dare udara
-
Aspirasi
dare bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orfaring
-
Perluasan langsung dare
tempat-tempat lain
-
Penyebaran secara hematogen
Gambaran patologis dalam batas-batas tertentu, tergantung pada
penyebabnya. Di antaranya yaitu :
1. Pneumonia bakteri
Ditandai oleh eksudat intra alveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses
infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Terdapat konsolidasi dare
seluruh lobus pada pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau
broncopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan
diameter sekitar 3-4 cm, mengelilingi dan mengenai broncus.
2.
Pneumonia Pneumokokus
Pneumokokus mencapai alveolus-alveolus dalam bentuk
percikan mucus atau saliva. Lobus paru bawah paling sering terserrang, karena
pengaruh gaya tarik bumi. Bila sudah mencapai dan menetap di alveolus, maka
pneumokokus menimbulkan patologis yang khas yang terdiri dare 4 stadium yang
berurutan :
-
kongesti
(4-12 jam pertama)eksudat serusa masuk dalam alveolus-alveolus dare pembuluh
darah yang bocor dan dilatasi
-
hepatisasi
merah (48 jam berikutnya) paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena
sel darah merah, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear mengisi
alveolus-alveolus
-
hepatisasi
kelabu (3-8 hari) paru-parub tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
-
Resolusi
(7-11 hari) eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh mikrofag sehingga
jaringan kembali pada strukturnya semula.
Timbulnya pneumonia pneumokokus merupakan suatu kejadian
yang tiba-tiba, disertai menggigil, demam, rasa sakit pleuritik, batuk dan
sputum yang berwarna seperti karat. Pneumonia pneumokokus biasanya tidak
disertai komplikasi dan jaringan yang rusak dapat diperbaiki kemabali.
Komplikasi tentang sering terjadi adalah efusi plura ringan. Adanya bakterimia
mempengaruhi prognosis pneumonia. Adanya bakterimia menduga adanya lokalisasi
proses paru-paru yang tidak efektif. Akibat bakterimia mungkin berupa lesi
metastatik yang dapat mengakibatkan keadaan seperti meningitis, endokariditis
bacterial dan peritonitis. Sudah ada vaksin untuk merlawan pneumonia
pneumokokus. Biasanya diberikan pada mereka yang mempunyai resiko fatal yang
tinggi, seperti anemia sickle-sell, multiple mietoma, sindroma nefrotik, atau
diabetes mellitus.
3. Pneumonia Stafilokokus
Mempunyai
prognosis jelek walaupun diobati dengan antibiotika. Pneumonia ini menimbulkan kerusakan parenkim paru-paru
yang berat dan sering timbul komplikasi seperti abses paru-paru dan empiema.
Merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang pasien yang dirawat di rumah
sakit, pasien lemah dan paling sering menyebabkan broncopneumonia.
4. Pneumonia Klebsiella / Friedlander
Penderita
ini berhasil mempertahankan hidupnya, akhirnya menderita pneumonia kronik
disertai obstruksi progresif paru-paru yang akhirnya menimbulkan kelumpuhan
pernafasannya. Jenis ini yang khas yaitu, pembentukan sputum kental seperti
sele kismis merah (red currant jelly). Kebanyakan terjadi pada lelaki usia
pertengahan atau tua, pecandu alcohol kronik atau yang menderita penyakit
kronik lainnya.
5. Pneumonia pseudomonas
Sering
ditemukan pada orang yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit atau yang
mnenderita supresi system pertahanan tubuh (misalnya mereka yang menderita
leukemia atau transplantasi ginjal yang menerima obat imunosupresif dosis
tinggi). Seringkali disebabkan karena terkontaminasi peralatan ventilasi.
6. Pneumonia Virus
Ditandai
dengan peradangan interstisial disertai penimbunan infiltrat dalam dinding
alveolus meskipun rongga alveolar sendiri bebas dare eksudat dan tidak ada
konsolidasi. Pneumonia virus 50 % dare semua pneuminia akut ditandai oleh
gejala sakit kepala, demam dan rasa sakit pada otot-otot yang menyeluruh, rasa
lelah sekali dan batuk kering. Kebanyakan pneumonia ini ringan dan tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak mengakibatkan kerusakan
paru-paru yang permanen. Pengobatan pneumonia virus bersifat sympomatik dan
paliatif, karena antibiotik tidak efektif terhadap virus. Juga dapat
mengakibatkan pneumonitis berbecak yang fatal atau pneumonitis difus.
7. Pneumonia Mikoplasma
Serupa
dengan pneumonia virus influenza, disertai adanya pneumonitis interstitial.
Sangat mudah menular tidak seperti pneumonia virus, dapat memberikan respon
terhadap tetrasiklin atau eritromisin.
8. Pneumonia Aspirasi
Merupakan
pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung. Pneumonia yang
diakibatkannya sebagian bersifat kimia, karena diakibatkan oleh reaksi terhadap
asam lambung, dan sebagian bersifat bacterial, karena disebabkan oleh organisme
yang mendiami mulut atau lambung. Aspirasi paling sering terjadi selama atau
sesudah anestesi (terutama pada pasien obstretik dan pembedahan darurat karena
kurang persiapan pembedahan), pada anak-anak dan pada setiap pasien yang
disertai penekanan reflek batuk atau reflek muntah. Inhalasi isi lambung dalam
jumlah yang cukup banyak dapat menimbulkan kematian yang tiba-tiba, karena
adanya obstruksi, sedangkan aspirasi isi lambung dalam jumlah yang sedikit
dapat mengakibatkan oedema paru-paru yang menyebar luas dan kegagalan
pernafasan. Beratnya respon peradangan lebih tergantung dare pH dare zaat yang
diaspirasikan. Aspirasi pneumonia selalu terjadi apabila pH dan zat yang
diaspirasi 2,5 atau kurang. Aspirasi pneumpnia sering menimbulkan kompliokasi
abses, bronchiectase, dan gangrean. Muntah bukan sarat masuknya isi lambung
kedalam cabang tracheobronchial, karena regurgitasi dapat juga terjadi secara
diam-diam pada pasien yang diberi anestesi. Paling penting pasien harus
ditempatkan pada posisi yang tepat agar secret orofarengeal dapat keluar dare
mulut.
9. Pneumonia Hypostatik
Pneumonia
yang sering timbul pada dasar paru yang disebabkan oleh nafas yang dangkal dan
terus menerus dalam posisi yang sama.
Daya
tarik bumi menyebabkan darah tertimbun pada bagian bawah paru dan infeksi
membantu timbulnya pneumonia yang sesungguhnya
10. Pneumonia Jamur
Tidak
sesering bakteri. Beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit paru supuratif
granulomentosa yang seringkali disalah tafsirkan sebagai TBC. Banyak dare
infeksi jamur bersifat endemic pada daerah tertentu. Contohnya di US,
hystoplasmosis (barat bagian tengah dan timur), koksibiodomikosis (barat daya)
dan blastomikosis (tenggara). Spora jamur ini ditemukan dalam tanah dan
terinhalasi. Spora yang terbawa masuk kebagian paru yang lebih difagositosis
terjadi reaksi peradangan disertai pembentukan kaverne. Semua perubahan
patologis ini mirip sekali dengan TBC sehingga perbedaan kurang dapat
ditentukan dengan menemukan dan pembiakan jamur dare jaringan paru.tes serologi
serta tes hypersensitifitas kulit yang lambat belum menunjukan tanda positif
sampai beberapa minggu sesudah terjadi infeksi, bahkan pada penyakit yang berat
tes mungkin negatif. Pneumonia jamur sering menimbulkan komplikasi pada stadium
terakhir penyakit tersebut, terutama pada penyakit yang sangat berat, misalnya
Ca atau leukemia, candida alicans adalah sejenis ragi yang sering ditemukan
pada sputum orang yang sehat dan dapat menyerang jaringan paru. Penggunaan
antibiotik yang lama juga dapat mengubah flora normal tubuh dan memungkinkan
infasi candida. Amfotinsin B merupakan obat terpilih untuk infeksi jamur pada
paru.
f.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit,
biasanya > 10.000/µl kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau
mikoplasma jumlah leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis
leucosit terdapat pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah
dapat positif pada 20 – 25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang
didapatkan peningkatan ureum darah, akan tetapi kteatinin masih dalah batas
normal. Analisis gas darah menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
g.
Gambaran Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting.
Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air
bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh streptococcus
pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella
sering menunjukan adanya konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan, kadang dapat mengenai beberapa lobus.
Gambaran lainya dapat berupa bercak daan cavitas. Kelainan radiologis lain yang
khas yaitu penebalan (bulging) fisura inter lobar. Pneumonia yang disebabkan
kuman pseudomonas sering memperlihatkan adanya infiltrasi bilateral atau
gambaran bronchopneumonia. Firus dan mycoplasma sering menyebabkan pneumonia
interstisial terutama radang sptum alveola. Pada pemeriksaan radiologis
terlihat gambaran retikuler yang difus.
h.
Penatalaksanaan
1
Koreksi kelainan yang
mendasari.
2
Tirah baring.
3
Obat-obat simptomatis seperti:
parasetamol (pada hipereksia), morfin (pada nyeri hebat).
4
Jaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan batuan infus, dekstrose 5%,normal salin atau RL.
5
Pemilihan obat-obat anti
infeksi: tergantung kuman penyebab.
6
Pertahankan jalan nafas
7
oksigenasi
PATHWAYS
Bakteri
Stafilokokus aureus
Bakteri
Haemofilus influezae
·
Penderita
akit berat yang dirawat di RS
·
Penderita yang mengalami
supresi
sistem
pertahanan tubuh
·
Kontaminasi peralatan RS
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999
: 166)
2.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas
pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli. (Doenges, 1999 :177)
4.
Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan
oral. (Doenges, 1999 : 172)
5.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum,
distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
6.
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges,
1999 : 170)
FOKUS INTERVENSI
1.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum
Tujuan :
-
Jalan
nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
-
Pasien
dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang
diharapkan :
-
Mempertahankan
jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
-
Menunjukkan
perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
-
Misalnya:
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak
efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius
b.
Kaji/ pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya
proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien,
misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan
mempermudah pasien untuk bernafas
d.
Dorong/ bantu latihan nafas
abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan
menurunkan jebakan udara
e.
Observasi karakteristik batik,
bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi
tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau
kepala di bawah setelah perkusi dada.
f.
Berikan air hangat sesuai
toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan
sekret dan mempermudah pengeluaran.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
-
Perbaikan
ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada
distres pernafasan.
Hasil yang
diharapkan :
-
Menunjukkan
adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
-
Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan
oksigenasi
Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan
pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan
tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b.
Observasi
warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya
sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/
menggigil dan terjadi hipoksemia.
c.
Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan
hipoksemia.
d.
Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/
dehidrasi.
e.
Awasi suhu tubuh. Bantu
tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
f.
Tinggikan kepala dan dorong
sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan
inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki
ventilasi.
g. Kolaborasi
pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
-
Pola nafas efektif dengan
frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
a.
Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas,
kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
b.
Auskultasi bunyi nafas dan
catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
c.
Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d.
Observasi
pola
batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan
adanya kelainan.
e.
Bantu pasien untuk nafas dalam
dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f.
Kolaborasi pemberian oksigen
tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas.
g.
Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
h.
Bantu fisioterapi dada,
postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan
meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital, contoh
:peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c.
Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan
masukan oral
d. Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
e.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
5.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap
demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
-
Menunjukkan peningkatan nafsu
makan
-
Mempertahankan/ meningkatkan
berat badan
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/
muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b.
Berikan wadah tertutup untuk sputum
dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan
dapat menurunkan mual
c. Jadwalkan
pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini
d.
Auskultasi bunyi usus,
observasi/ palpasi distensi abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat,
distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh
toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e.
Berikan makan porsi kecil dan
sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat
meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
f.
Evaluasi status nutrisi umum,
ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
6.
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan :
Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a.
Evakuasi respon pasien terhadap
aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan
pasien dan memudahkan pilihan intervensi
b. Berikan lingkungan
yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
c.
Jelaskan pentingnya istitahat
dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan
metabolik
d.
Bantu aktivitas perawatan diri
yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St.
Louis, USA.
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit
Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran
EGC, Jakarta
Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran
EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar