STROKE
HEMORAGIK
Stroke adalah kehilangan fungsi otot yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner, 2002; 2131
).
Stroke adalah sindrom klinis yang awalnya
timbulnya mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal dan atau
global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian
dan semata – mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic.
( Mansjoer, 2002 ; 17 )
Stroke adalah penyakit serebrovaskuler
menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral
dari seluruh sistem pembuluh darah otak. ( Doenges, 2000; 290 )
B. Etiologi
Perdarahan intraserebral
1.
Hipertensi
2.
Malformasi arteri –vena
3.
Angiopati amiloid
Perdarahan subaraknoid.
(Mansjoer,2002;17)
1.
Yang tidak dapat diubah :
a.
Usia
b.
Factor genetik
2.
Yang dapat diubah
a.
Hipertensi
b.
DM
c.
Merokok
d.
Penyalahgunaan alcohol dan obat
e.
Hemotokrit meningkat
f.
Hiperurisenia
g.
Dislipidemia
h.
Kolestrol tinggi
i.
Penyakit jantung koroner
( Mansjoer, 2002; 18 )
D. Tanda Dan Gejala
1.
Defisit lapang pandang ( pengelihatan )
a.
Hemonimus, hemianopsia ( kehilangan setengah lapang
pengelihatan )
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan
pengelihatan.
b.
Kehilangan pengelihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari
c.
Diplopia
Penglihatan ganda
2.
Defisit motorik
a.
Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama
b.
Hemiplegia
Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama ( karena
lesi pada hemisfer yang berlawanan )
c.
Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak.
d.
Disartia
Kesulitan dalam membentuk kata.
e.
Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
3.
Defisit sensorik
Parestesia
( terjadi pada sistem berlawanan dari lesi )
Kebas
dan kesemutan pada bagian tubuh
4.
Defisit verbal
a.
Afasia ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
b.
Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tapi
tidak masuk akal.
c.
Afasia global
5.
Defisit Kognitif
Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
Penurunan lapang perhatian.
Perubahan penilaian
6.
Defisit emosional
Kehilangan kontrol diri.
Depresi, menarik diri.
Perasaan isolasi.
( Brunner, 2002; 2135 – 2136 )
E. Klasifikasi
1.
Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik
fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa
sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2.
Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik
fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan
menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
3.
Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah
deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung
progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4.
Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah
deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang
memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bbrapa
hari
5.
Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah
defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
Menurut Lokasi
1.
Hemoragi serebral adalah hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi
ekstradural/epidural) dibawah dura meter (hemoragi subdural), diruang
subaraknoid (hemoragi subaraknoid) / didalam substansi otak (hemoragi
intraserebral)
2.
Hemoragi ekstradural adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan
robekan arteri tengah/arteri meninges lain.Pasien harus diatasi dalam beberapa
jam cedera untuk mempertahankan hidup.
3.
Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemorasi
epidural,kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama (Interval jelas lebih lama)
dan menyebabkan tekanan pada otak.
4.
Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat
trauma/hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada
area sirkulus willisi dan malformasi arteri vena congenital pada otak.
5.
Hemoragi intraserebral : Hemoragi / perdarahan
disubstansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral karena perbahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
(Brunner, 2002 ; 2132-2133)
F. Komplikasi
1. Hipoxia serebral,
diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang adekuat ke otak, pemberian
oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada tingkat
dapat di terima akan membantu dalam
mempertahankan oksigen jaringan.
2. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah
stroke, maka dapat terjadi peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang
pnemonia.
3. Dekubitus, karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan
perasaannya. Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong,
panggul, pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.
4. Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi
bila korteks serebri sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang
mengenai struktur otak yang lebih dalam.
5. Vasospasme, terjadi stroke hemorogic juga sebelum pembedahan. Pada
individu dengan aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemoragi
subaraknoid.
6. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan dan
reabsorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan hemoragi
subaraknoid.
7. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi
area tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya
iritasi kimia, dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung.
8. Curah jantung dan integritas pembuluh darah serebral. Hipertensi atau
hipotensi eksterm perlu di hindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
9. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral.
10. Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan
pengembangan paru serta batuk yang parah
setelah serangan.
F. PATHWAY
7
G. Pemeriksaan
Diagnostik
7
|
1.
Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
kolusi / ruptur.
2.
Skan CT : memperlihatkan adanya edema, hematoma,
iskemia dan adanya infark. Catat mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua
perubahan tersebut.
3.
Fungsi lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan
biasanya ada trombosis emboli, serebral dan TIA
4.
MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, malformasi arteriovena (MA)
5.
Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah s.arteri karotis (aliran darah / muncul plak)
6.
EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gel otak
dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik
7.
Sinar x tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis
interna terdapat pada trombosis serebral : klasifikasi persial dinding
aneurisma pada perdarahan sub arachnoid.
(Doenges, 2002 ; 292)
1.
B1 (Breathing)
Pada inspeksi
didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien strok dengan
penurunan tingkat kesadaran (koma). Pada klien dengan tingkat kesadaran
komposmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok dimana refleks
sirkulasi sudah tidak baik lagi. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan
dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200mmHg)
3.
B3 (Brain)
Disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Atraksia
(ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya
Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan Stroke
menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan
aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya
4.
B4 (Bladder)
Setelah stroke
klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode
ini dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan
menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
6.
B6 (Bone)
Stroke merupakan
penyakit yang mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari
otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
I. PENGKAJIAN
1.
Aktivitas / istirahat
Gejala : Merasa
kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis (hemiplegia).
Tanda : - Gangguan tonus otot (floksid, spastis) ;
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan.
-
Gangguan pengelihatan
-
Gangguan tingkat kesadaran
2.
Sirkulasi
Gejala : Adanya
penyakit jantung (MI, reumatik / penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis,
polisitemia, riwayat hipotensi postural>
Tanda : - HT arterial (dapat ditentukan / terjadi pada
CSU) sehubungan dengan adanya embolisme /malformasi vaskuler.
-
Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena
ketidakstabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor).
-
Disritmia, perubahan EKG
-
Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka /
aorta yang abnormal
3.
Integritas ego
Gejala : Perasaan
tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : - Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah,
sedih dan gembira
-
Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan),
bising usus negatif.
4.
Makanan / cairan
Gejala
: - Nafsu makan hilang
-
Mual, muntah,
selama fase akut (peningkatan TIK)
-
Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfogia
-
Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah
Tanda : - Kesulitan menelan, obesitas
5.
Neurosensori
Gejala
: - Sinkope / pusing
-
Sakit kepala
-
Kelemahan / kesemutan / kebas
-
Penglihatan menurun
-
Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral
(pada sisi yang berlawanan) pada ekstermitas
-
Gangguan rasa pengucapan dan penciuman
Tanda : - Standar mental / tingkat kesadaran pada wajah
terjadi paralysis / parase, afasia
-
Kehilangan kemampuan untuk mengenali / menghayati
masuknya rangsangan visual, pendengaran, taktil
-
Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien
ingin menggerakannya (apraksia)
-
Ukuran / reaksi pupil tidak sama, dilatasi / miosis
pupil ipsilateral (perdarahan / herniasi)
-
Kekakuan nukul, kejang
6.
Nyeri / kenyamanan
Gejala
: - Sakit kepala dengan intensitas yang
berbeda-beda
Tanda : - TL yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot / fasia.
7.
Pernafasan
Gejala
: - Merokok
Tanda : - Ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan
jalan nafas
-
Timbulnya pernafasan sulit
-
Suara nafas terdengar / ronki
8.
Keamanan
Tanda : - Motorik / sensorik : masalah dengan
pengelihatan
-
Perubahan persepsi terhadap orientasi tentang tubuh
-
Tidak mampu mengenal obyek warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenalinya dengan baik
-
Gangguan berespon terhadap panas dan dingin / gangguan
regulasi suhu tubuh
-
Kesulitan dalam menelan
9.
Interaksi sosial
Tanda : - Masalah bicara, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala
: - Adanya riwayat HT pada keluarga, stroke
(faktor resiko) pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol.
Pertimbangan
: DRG menunjukkan rerata lama dirawat :
7,5 hari.
(Doengoes,
2002 : 290-292)
J. FOKUS INTERVENSI
1.
Dx : Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah ; gangguan oklusif, temoragi,
vasospasme serebral, edema serebral.
KH : - Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya /
membaik, fs kognitif, dan motorik / sensorik
-
Mendemonstrasikan TTV stabil tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
-
Menunjukkan tidak ada kelanjutan / kekambuhan defisit
Intervensi :
1.
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan
/ penyebab khsusu selama koma / penurunan perfusi serebral dan potensial
terjadinya peningkatan TIK.
2.
Pantau / catat status neurologis seseorang mungkin dan
bandingkan dengan keadaan normalnya / standar
3.
Pantau TTV, seperti :
-
Adanya HT / hipotensi
-
Frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya murmur
-
Catat pola dan irama dari pernafasan
4.
Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan
reaksinya terhadap cahaya
5.
Catat perubahan dalam pengelihatan
6.
Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi
7.
Letakkan kepala lebih tinggi dengan posisi agak
ditinggikan dan dalam posisi anatomis
8.
Pertahankan tirah baring : ciptakan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung / aktivitas pasien sesuai indikasi
9.
Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan
memaksa
10. Kaji
regiditas nukal kedutan
11. Kolaborasi
-
Berikan oksigen sesuai indikasi
-
Berikan obat sesuai indikasi
2.
Dx : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestasia, flaksia / paralysis
hipotonik (awal), paralysis spastis
KH : - Mempertahankan posisi dari fungsi yang
dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, foot drop
-
Mempertahankan integritas kulit
-
Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terkena
Intervensi :
-
Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan
awal dan dengan cara yang teratur
-
Ubah posisi minimal 2 jam
-
Letakkan pada posisi telungkup satu kali / 2 kali
sehari jika pasien dapat mentolerirnya
-
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif pada semua ekstrimitas saat masuk
-
Sokong ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan
papan kaki selama periode panalis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral
-
Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam
posisi tegak, sesuai indikasi
-
Evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengukuran posisi
/ pembalut selama periode paralisis spastik
-
Tempatkan bantal dibawah oksila untuk melakukan
obstruksi pada tangan
-
Tinggikan tangan dan kepala
-
Tempatkan “hand rool” keras pada telapak tangan dengan
jari-jari dan ibu jari saling berhadapan
-
Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
-
Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan /
bantalan trokunder
-
Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk Disisi tempat tidur
-
Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema,
atau tanda lain dari yang sirku
-
Inspeksi dari kursi terutama pada daerah-daerah yang
menonjol secara teratur
-
Bangunkan dari kursi sesegera mungkin setelah TTV
stabil, kecuali pada hemorogik serebral
-
Alasi kursi duduk dengan busa / balon air dan bantu
pasien untuk memindahkan BB dengan interval yang teratur
-
Susun tujuan dengan pasien / orang terdekat untuk
berpartisipasi dalam aktivitas / latihan dan mengubah posisi
-
Anjurkan pasien untuk membantu pengerjaan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakti untuk menyokong / menggerakkan
daerah tubuh yang mengalami kelemahan
-
Kolaborasi
-
Berikan tempat tidur dengan matras bulat, tempat tidur
air, alat flotasi / tempat tidak khusus, sesuai indikasi
-
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif,
latihan resistif dan ambulasi pasien
-
Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti tens sesuai
indikasi
-
Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai
indikasi
3.
Dx : Komunikasi, kerusakan verbal berhubungan
dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus
/ kontrol / otot fasial / oral, kelemahan / kelelahan umum
KH : -
Mengindikasikan pemahaman tentang
masalah komunikasi
-
Membuat metode komunikasi dimana lebih dapat
diekspresikan
-
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
(Doenges, 2002 : 295-297)
Intervensi :
1.
Kaji tipe defisit komunikasi
2.
Kaji konsep pasien untuk berbicara memahami, membaca
dan menulis
3.
Berdiri di dalam garis pandang pasien, ketika berbicara
biarkan pasien mengamati bibir dan tangan
4.
Berbicara dengan dalam suara normal, jangan berteriak /
berbicara dengan keras
5.
Berbicara dengan perlahan menggunakan kalimat yang
sederhana dan kosakata yang umum digunakan, kosakata yang mudah dipahami oleh
pasien
6.
Mintahlah pasien untuk bertanya yang dapat dijawab
dengan respon ya / tidak
7.
Berikan waktu pada pasien untuk berespons terhadap
pertanyaan
8.
Jadilah pendukung dan menerima perilaku karena pasien
memperlihatkan tanda frustasi
9.
Berikan kepastian bahwa suara bicara akan membaik dalam
beberapa waktu
10. Berikan
kartu bercahaya dengan gambar dan kata-kata dari objek yang dapat ditunjukkan
oleh pasien
11. Konsulkan
dengan ahli terapi suara untuk mengidentifikasi cara komuniksi yang tepat
4.
Dx : Defisit perawatan diri hygiene berhubungan
dengan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif
KH : -
Kebutuhan hygiene, nutrisi eliminasi,
toileting pasien terpenuhi
Intervensi :
1.
Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas
perawatan diri
2.
Lakukan perawatan kulit setiap 5 jam
-
Gunakan losion yang mengandung minyak
-
Inspeksi bagian di atas terlalu menonjol / setiap hari
untuk mengetahui adanya kerusakan.
3.
Berikan hygiene fisik total sesuai indikator
-
Sisir rambut setiap hari, keramas setiap minggu, sesuai
indikasi, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih
-
Lakukan hygiene oral setiap 4-8 jam
4.
Kaji dan pantau status nutrisi
5.
Berikan makanan melalui selang
6.
Lakukan pemberian mulut sesuai indikasi
-
Ganti menjadi cairan yang bening
-
Bantu saat memberikan makan sesuai kebutuhan
-
Observasi terhadap kesulitan menekan
-
Baringkan miring dengan kepala tempat tidur ditinggikan
bila memberikan
7.
Perbanyak masukan cairan sampai 200 ml / hari kecuali
terdapat kontra indikasi
8.
Pastikan eliminasi teratur
9.
Berikan pelunak feces / enema sesuai pesanan
5.
Dx : Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit
KH : -
Intervensi :
1.
Kaji tingkat pengertian tentang penyesuaian terhadap
ketidakmampuan
2.
Jelaskan pada keluarga :
-
Perlunya untuk memberikan dorongan untuk melakukan
aktivitas dengan tidak bergantung pada orang lain sebanyak mungkin, sadarilah
keterbatasan
-
Perlunya membuat sasaran yang realistic dan dapat
dipakai dengan mudah
-
Perlunya menghindari perlindungan yang berlebihan
-
Perlunya memberikan penghargaan terhadap tugas-tugas
yang dapat diselesaikan
-
Pentingnya mengatasi perubahan citra tubuh dan
perubahan perilaku
-
Perlunya memberi waktu pada pasien untuk menjadi
ekspresif
3.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
-
Bahan-bahan bacaan pada pasien
-
Menonton televisi
-
Mendengarkan radio
4.
Rencanakan waktu istirahat yang teratur, hindari
keletihan
5.
Berikan dorongan untuk melakukan verbalisasi dan
komunikasi diantara pasien dan keletihan
6.
Bersimpati terhadap kekesalan emosional tetapi tetaplah
lembut dalam melakukan semua program
7.
Berikan penekanan tentang penjelasan dokter mengenai
penatalaksanannya
8.
tekankan pentingnya rawat jalan berkelanjutan dan
kunjungan tindak lanjut
9.
Tekankan pentingnya untuk mengikuti program
rehabilitasi yang berkelanjutan
10. Instruksikan
pasien dan orang terdekat untuk mengikuti aturan diet yang teratur dan
kebutuhan cairan
(Tucker, 1999 ; 490-493)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Harrizon, 2000, Prinsip Ilmu Keperawatan Penyakit
Dalam, EGC : Jakarta.
2.
Mansjoer, Arif, 2002, Ilmu Penyakit Saraf, EGC :
Jakarta.
3.
Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC
: Jakarta.
4.
Ngoerah, 1991, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf.
Airlangga Universitas Press.
5.
Brunner dan Suddarth, 2002, Buku Ajar KMB, EGC :
Jakarta.
6.
Silvia dan Price, 2000, Patofiologi,
EGC : Jakarta.
Terima kasih
BalasHapusboleh lengkapin pathwaynya, please :)
BalasHapus