Minggu, 03 Maret 2013

LP Stroke Hemoragic SH


STROKE HEMORAGIK

A.  Pengertian
Stroke adalah kehilangan fungsi otot yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner, 2002; 2131 ).
Stroke adalah sindrom klinis yang awalnya timbulnya mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata – mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic. ( Mansjoer, 2002 ; 17 )
Stroke adalah penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral dari seluruh sistem pembuluh darah otak. ( Doenges, 2000; 290 )

B.   Etiologi

       Perdarahan intraserebral
1.       Hipertensi
2.       Malformasi arteri –vena
3.       Angiopati amiloid
        Perdarahan subaraknoid.
(Mansjoer,2002;17)

C.  Faktor Resiko
1.      Yang tidak dapat diubah :
a.       Usia
b.      Factor genetik
2.      Yang dapat diubah
a.       Hipertensi
b.      DM
c.       Merokok
d.      Penyalahgunaan alcohol dan obat
e.       Hemotokrit meningkat
f.       Hiperurisenia
g.      Dislipidemia
h.      Kolestrol tinggi
i.        Penyakit jantung koroner
( Mansjoer, 2002; 18 )
D.  Tanda Dan Gejala
1.      Defisit lapang pandang ( pengelihatan )
a.       Hemonimus, hemianopsia ( kehilangan setengah lapang pengelihatan )
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan pengelihatan.




b.      Kehilangan pengelihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari
c.       Diplopia
Penglihatan ganda
2.      Defisit motorik
a.       Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama
b.      Hemiplegia
Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama ( karena lesi pada hemisfer yang berlawanan )
c.       Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak.
d.      Disartia
Kesulitan dalam membentuk kata.
e.       Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
3.      Defisit sensorik
Parestesia ( terjadi pada sistem berlawanan dari lesi )
Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4.      Defisit verbal
a.       Afasia ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami

b.      Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tapi tidak masuk akal.
c.       Afasia global
5.      Defisit Kognitif
Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
Penurunan lapang perhatian.
Perubahan penilaian
6.      Defisit emosional
Kehilangan kontrol diri.
Depresi, menarik diri.
Perasaan isolasi.
( Brunner, 2002; 2135 – 2136 )
E.   Klasifikasi               
1.      Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2.      Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu

3.      Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4.      Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bbrapa hari
5.      Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
Menurut Lokasi
1.       Hemoragi serebral adalah hemoragi dapat terjadi  diluar durameter (hemoragi ekstradural/epidural) dibawah dura meter (hemoragi subdural), diruang subaraknoid (hemoragi subaraknoid) / didalam substansi otak (hemoragi intraserebral)
2.       Hemoragi ekstradural adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah/arteri meninges lain.Pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
3.       Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemorasi epidural,kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama (Interval jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak.
4.       Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma/hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus willisi dan malformasi arteri vena congenital pada otak.
5.       Hemoragi intraserebral : Hemoragi / perdarahan disubstansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perbahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
(Brunner, 2002 ; 2132-2133)   

F.  Komplikasi
1.      Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang adekuat ke otak, pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada tingkat dapat di terima  akan membantu dalam mempertahankan oksigen jaringan.
2.      Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah stroke, maka dapat terjadi peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.
3.      Dekubitus, karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan perasaannya. Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong, panggul, pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.
4.      Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila korteks serebri sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai struktur otak yang lebih dalam.
5.      Vasospasme, terjadi stroke hemorogic juga sebelum pembedahan. Pada individu dengan aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemoragi subaraknoid.
6.      Hidrosefalus, menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan hemoragi subaraknoid.
7.      Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi area tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya iritasi kimia, dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung.
8.      Curah jantung dan integritas pembuluh darah serebral. Hipertensi atau hipotensi eksterm perlu di hindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
9.      Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
10.  Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan pengembangan paru serta batuk yang  parah setelah serangan.

Text Box: 6F.   PATHWAY





7
 
G.  Pemeriksaan Diagnostik 

1.      Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik kolusi / ruptur.
2.      Skan CT : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark. Catat mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua perubahan tersebut.
3.      Fungsi lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis emboli, serebral dan TIA
4.      MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena (MA)
5.      Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah s.arteri karotis (aliran darah / muncul plak)
6.      EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gel otak dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik
7.      Sinar x tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral : klasifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan sub arachnoid.
(Doenges, 2002 ; 292)




H.   Penatalaksanaan
1.   B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien strok dengan penurunan tingkat kesadaran (koma). Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2.   B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok dimana refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200mmHg)
3.   B3 (Brain)
Disebabkan  oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya
4.   B4 (Bladder)
     Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5.   B5 (Bowel)
     Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6.   B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

 

I.    PENGKAJIAN 

1.      Aktivitas / istirahat
Gejala      :  Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia).
Tanda      :  -  Gangguan tonus otot (floksid, spastis) ; paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan.
-    Gangguan pengelihatan
-    Gangguan tingkat kesadaran
2.      Sirkulasi
Gejala      :  Adanya penyakit jantung (MI, reumatik / penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis, polisitemia, riwayat hipotensi postural>
Tanda      :  -  HT arterial (dapat ditentukan / terjadi pada CSU) sehubungan dengan adanya embolisme /malformasi vaskuler. 
-    Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor).
-    Disritmia, perubahan EKG
-    Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka / aorta yang abnormal

3.      Integritas ego
Gejala      :  Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda      :  -  Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira
-    Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negatif.
4.      Makanan / cairan
Gejala      :  -  Nafsu makan hilang
-     Mual, muntah, selama fase akut (peningkatan TIK)
-    Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfogia
-    Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah
Tanda      :  -  Kesulitan menelan, obesitas

5.      Neurosensori
Gejala      :  -  Sinkope / pusing
-    Sakit kepala
-    Kelemahan / kesemutan / kebas
-    Penglihatan menurun
-    Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi yang berlawanan) pada ekstermitas
-    Gangguan rasa pengucapan dan penciuman
Tanda      :  -  Standar mental / tingkat kesadaran pada wajah terjadi paralysis / parase, afasia
-    Kehilangan kemampuan untuk mengenali / menghayati masuknya rangsangan visual, pendengaran, taktil
-    Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakannya (apraksia)
-    Ukuran / reaksi pupil tidak sama, dilatasi / miosis pupil ipsilateral (perdarahan / herniasi)
-    Kekakuan nukul, kejang
6.      Nyeri / kenyamanan
Gejala      :  -  Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda      :  -  TL yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia.
7.      Pernafasan
Gejala      :  -  Merokok
Tanda      :  -  Ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan nafas
-    Timbulnya pernafasan sulit
-    Suara nafas terdengar / ronki
8.      Keamanan
Tanda      :  -  Motorik / sensorik : masalah dengan pengelihatan
-    Perubahan persepsi terhadap orientasi tentang tubuh
-    Tidak mampu mengenal obyek warna, kata, dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik
-    Gangguan berespon terhadap panas dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh
-    Kesulitan dalam menelan
9.      Interaksi sosial
Tanda      :  -  Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala      :  -  Adanya riwayat HT pada keluarga, stroke (faktor resiko) pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,5 hari.
(Doengoes, 2002 : 290-292)

J.   FOKUS INTERVENSI

1.      Dx         :   Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ; gangguan oklusif, temoragi, vasospasme serebral, edema serebral. 
KH        :   -  Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya / membaik, fs kognitif, dan motorik / sensorik
-      Mendemonstrasikan TTV stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
-      Menunjukkan tidak ada kelanjutan / kekambuhan defisit
Intervensi :
1.      Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan / penyebab khsusu selama koma / penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
2.      Pantau / catat status neurologis seseorang mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya / standar
3.      Pantau TTV, seperti :
-          Adanya HT / hipotensi
-          Frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya murmur
-          Catat pola dan irama dari pernafasan
4.      Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya
5.      Catat perubahan dalam pengelihatan
6.      Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi
7.      Letakkan kepala lebih tinggi dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
8.      Pertahankan tirah baring : ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung / aktivitas pasien sesuai indikasi
9.      Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan memaksa
10.  Kaji regiditas nukal kedutan
11.  Kolaborasi
-          Berikan oksigen sesuai indikasi
-          Berikan obat sesuai indikasi

2.      Dx         :   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestasia, flaksia / paralysis hipotonik (awal), paralysis spastis
KH        :   -  Mempertahankan posisi dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, foot drop
-      Mempertahankan integritas kulit
-      Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
Intervensi :
-          Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur
-          Ubah posisi minimal 2 jam
-          Letakkan pada posisi telungkup satu kali / 2 kali sehari jika pasien dapat mentolerirnya
-          Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstrimitas saat masuk
-          Sokong ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki selama periode panalis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral
-          Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi
-          Evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengukuran posisi / pembalut selama periode paralisis spastik
-          Tempatkan bantal dibawah oksila untuk melakukan obstruksi pada tangan
-          Tinggikan tangan dan kepala
-          Tempatkan “hand rool” keras pada telapak tangan dengan jari-jari dan ibu jari saling berhadapan
-          Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
-          Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan / bantalan trokunder
-          Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk Disisi tempat tidur
-          Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain dari yang sirku
-          Inspeksi dari kursi terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur
-          Bangunkan dari kursi sesegera mungkin setelah TTV stabil, kecuali pada hemorogik serebral
-          Alasi kursi duduk dengan busa / balon air dan bantu pasien untuk memindahkan BB dengan interval yang teratur
-          Susun tujuan dengan pasien / orang terdekat untuk berpartisipasi dalam aktivitas / latihan dan mengubah posisi
-          Anjurkan pasien untuk membantu pengerjaan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakti untuk menyokong / menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan
-          Kolaborasi
-          Berikan tempat tidur dengan matras bulat, tempat tidur air, alat flotasi / tempat tidak khusus, sesuai indikasi
-          Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif dan ambulasi pasien
-          Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti tens sesuai indikasi
-          Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi

3.      Dx         :   Komunikasi, kerusakan verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol / otot fasial / oral, kelemahan / kelelahan umum
KH        :   -   Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
-      Membuat metode komunikasi dimana lebih dapat diekspresikan
-      Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
(Doenges, 2002 : 295-297)

Intervensi :
1.      Kaji tipe defisit komunikasi
2.      Kaji konsep pasien untuk berbicara memahami, membaca dan menulis
3.      Berdiri di dalam garis pandang pasien, ketika berbicara biarkan pasien mengamati bibir dan tangan
4.      Berbicara dengan dalam suara normal, jangan berteriak / berbicara dengan keras
5.      Berbicara dengan perlahan menggunakan kalimat yang sederhana dan kosakata yang umum digunakan, kosakata yang mudah dipahami oleh pasien
6.      Mintahlah pasien untuk bertanya yang dapat dijawab dengan respon ya / tidak
7.      Berikan waktu pada pasien untuk berespons terhadap pertanyaan
8.      Jadilah pendukung dan menerima perilaku karena pasien memperlihatkan tanda frustasi
9.      Berikan kepastian bahwa suara bicara akan membaik dalam beberapa waktu
10.  Berikan kartu bercahaya dengan gambar dan kata-kata dari objek yang dapat ditunjukkan oleh pasien
11.  Konsulkan dengan ahli terapi suara untuk mengidentifikasi cara komuniksi yang tepat

4.      Dx         :   Defisit perawatan diri hygiene berhubungan dengan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif
KH        :   -   Kebutuhan hygiene, nutrisi eliminasi, toileting pasien terpenuhi 
Intervensi :
1.      Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri
2.      Lakukan perawatan kulit setiap 5 jam
-          Gunakan losion yang mengandung minyak
-          Inspeksi bagian di atas terlalu menonjol / setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
3.      Berikan hygiene fisik total sesuai indikator
-          Sisir rambut setiap hari, keramas setiap minggu, sesuai indikasi, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih
-          Lakukan hygiene oral setiap 4-8 jam
4.      Kaji dan pantau status nutrisi
5.      Berikan makanan melalui selang
6.      Lakukan pemberian mulut sesuai indikasi
-          Ganti menjadi cairan yang bening
-          Bantu saat memberikan makan sesuai kebutuhan
-          Observasi terhadap kesulitan menekan
-          Baringkan miring dengan kepala tempat tidur ditinggikan bila memberikan
7.      Perbanyak masukan cairan sampai 200 ml / hari kecuali terdapat kontra indikasi
8.      Pastikan eliminasi teratur
9.      Berikan pelunak feces / enema sesuai pesanan
5.      Dx         :   Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
KH        :   -    
Intervensi :
1.      Kaji tingkat pengertian tentang penyesuaian terhadap ketidakmampuan
2.      Jelaskan pada keluarga :
-          Perlunya untuk memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas dengan tidak bergantung pada orang lain sebanyak mungkin, sadarilah keterbatasan
-          Perlunya membuat sasaran yang realistic dan dapat dipakai dengan mudah
-          Perlunya menghindari perlindungan yang berlebihan
-          Perlunya memberikan penghargaan terhadap tugas-tugas yang dapat diselesaikan
-          Pentingnya mengatasi perubahan citra tubuh dan perubahan perilaku
-          Perlunya memberi waktu pada pasien untuk menjadi ekspresif
3.      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
-          Bahan-bahan bacaan pada pasien
-          Menonton televisi
-          Mendengarkan radio
4.      Rencanakan waktu istirahat yang teratur, hindari keletihan
5.      Berikan dorongan untuk melakukan verbalisasi dan komunikasi diantara pasien dan keletihan
6.      Bersimpati terhadap kekesalan emosional tetapi tetaplah lembut dalam melakukan semua program
7.      Berikan penekanan tentang penjelasan dokter mengenai penatalaksanannya
8.      tekankan pentingnya rawat jalan berkelanjutan dan kunjungan tindak lanjut
9.      Tekankan pentingnya untuk mengikuti program rehabilitasi yang berkelanjutan
10.  Instruksikan pasien dan orang terdekat untuk mengikuti aturan diet yang teratur dan kebutuhan cairan
(Tucker, 1999 ; 490-493)
DAFTAR PUSTAKA
 

1.      Harrizon, 2000, Prinsip Ilmu Keperawatan Penyakit Dalam, EGC : Jakarta.
2.      Mansjoer, Arif, 2002, Ilmu Penyakit Saraf, EGC : Jakarta.
3.      Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC : Jakarta.
4.      Ngoerah, 1991, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga Universitas Press.
5.      Brunner dan Suddarth, 2002, Buku Ajar KMB, EGC : Jakarta.
6.      Silvia dan Price, 2000, Patofiologi, EGC : Jakarta.

2 komentar: