STRAUMA NODUSA NON TOKSIK
Strauma
adalah pembesaran pada kenlenjar tiroid yang biasanya terjadi karena
folikel folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahuna tahun
folikel tumbuh semkin membesar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut
menjadi noduler.
Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. (Sri Hartini,
Ilmu Penyakit Dalam,jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).
B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam
pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid
antara lain :
a.
Defisiensi iodium
Pada
umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tyroid.
a.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti
substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
b.
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya
: thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
c.
Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya
ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar
tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya
aliran darah didaerah tersebut.
C. Patofisiologi
Iodium merupakan
semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan
yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan
ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar,
iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid
Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi
pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4)
menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating
Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat
dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid
sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini
menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid
D. Manifestasi Klinis
Pada penyakit
struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini
membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Klien tidak
mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di leher.
Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah
nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)
2. Konsistensi;
lunak, kistik, keras atau sangat keras.
3. Nyeri
pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan
dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran
kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
E.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pada
palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal.
2. Human
thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
3. Pada
pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin)
dalam batas normal. Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
4. Pada
pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
5. Kepastian
histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman
6. Pemeriksaan
sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a. Nodul
dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal
ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b. Nodul
panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul
hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.
F.
Penatalaksanaan
1. Dengan
pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah
prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam
beriodium.
3. Penyuntikan
lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah
penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali
dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang
dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
4. Tindakan
operasi (strumektomi)
Pada struma nodosa non toksik yang
besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi
gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik,
indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin
selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila
terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila
nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan membesar
dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy
aspirasi jarum halus
Dilakukan pada kista tiroid hingga
nodul kurang dari 10mm.
G.
Pengakajian
Keperawatan
1. Pengumpulan
Data
a. Identifikasi
klien.
b. Keluhan
utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh
terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi
thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka
operasi.
c. Riwayat
penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya
pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan
terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
d. Riwayat
penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit
dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita
penyakit gondok.
e. Riwayat
kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita
sama dengan klien saat ini.
f. Riwayat
psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan
meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu
dengan orang lain.
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah
dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi,
nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
b.
Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi
terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post operasi thyroidectomy biasanya
didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang
direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam
dua sampai tiga hari.
c.
Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak
akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah
dalam jalan nafas.
d.
Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya
positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan
gelisah karena menahan sakit.
e.
Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah
mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya
akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
f.
Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan
koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g.
Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan
dalam faeces, diare.
h.
Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik
emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
i.
Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang
mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual
dan muntah, pembesaran tyroid.
j.
Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k.
Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas,
keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada
pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat
dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi,
iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi
pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
H. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
1.
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme
laryngeal.
a.
Tujuan:
Jalan nafas klien efektif
Jalan nafas klien efektif
b.
Kriteria:
Tidak ada sumbatan pada trakhea
Tidak ada sumbatan pada trakhea
c.
Rencana tindakan:
1)
Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.
2)
Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
3)
Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
4)
Atur posisi semifowler
5)
Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
6)
Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
7)
Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada
kesulitan.
d.
Rasional
1)
Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
2)
Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan
nafas.
3)
Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
4)
Memberikan suasana yang lebih nyaman.
5)
Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan
jalan nafas.dan ventilsassi
6)
Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan
nafas.
7)
Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping
opersi.
2.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera
pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
a.
Tujuan :
Klien dapat komunikasi secara verbal
Klien dapat komunikasi secara verbal
b.
Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
c.
Rencana tindakan:
1)
Kaji pembicaraan klien secara periodik
2)
Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban
ya/tidak.
3)
Kunjungi klien sesering mungkin
4)
Ciptakan lingkungan yang tenang.
d.
Rasionalisasi:
1)
Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan
faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
2)
Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
3)
Mengurangi kecemasan klien
4)
Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara
perawat dan klien
3.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan
dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
a.
Tujuan :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi
terpenuhi/terkontrol.
b.
Criteria
Tidak terdapat cedera
c.
Rencana tindakan/intervensi
1)
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan
suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas
(pembengkakan paru).
2)
Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya
peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia.
3)
Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan,
tmpat tidur pada posisi yang rendah.
4)
Memantau kadar kalsium dalam serum.
5)
Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat,
laktat).
d.
Rasional
1)
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat
mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
2)
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat
terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang
dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan
parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
3)
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi
kejang.
4)
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan
terapi pengganti.
5)
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara
tetapi mungkin juga menjadi permanen
4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan
bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
a.
Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
b.
Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang,
tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
c.
Rencana tindakan
1)
Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan
bantal keci.
2)
Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan
lamanya nyeri.
3)
Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk
menahan leher pada saat alih posisi .
4)
Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
5)
Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgesik.
d.
Rasionalisasi
1)
Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas
pada jahitan pada luka.
2)
Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan
keefektifan terapi.
3)
Mengurangi ketegangan otot.
4)
Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang
menjalani kesulitan menelan.
5)
Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri
5.
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah
interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
a.
Tujuan
Pengetahuan klien bertambah.
b.
Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
c.
Rencana tindakan:
1)
Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
2)
Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik
misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
3)
Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
d.
Rasionalisasi
1)
Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
2)
Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
3)
Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.
6.
Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan
terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.
a.
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
b.
Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
c.
Rencana tindakan
1)
Observasi tanda-tanda vital.
2)
Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena
darah.
3)
Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( >
50 cc).
d.
Rasionalisasi
1)
Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat
digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini.
2)
Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya
perdarahan pada luka operasi.
3)
Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka
operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L Y, 2001, Hand Book of
Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC : Jakarta
Doengoes, dkk, 2000, Nursing Care
Plans : Guideline For Planning And Dokumentating
Care. EGC : Jakarta.
Hidayat, Syamat,
dkk, 1997. Edisi Revisi Buku Ilmu Ajar Bedah,EGC : Jakarta.
Manjoer, Arief,
dkk, 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar