Selasa, 16 April 2013

LP DEHIDRASI


A.    Pengertian dan Klasifikasi

Berikut adalah beberapa pengertian tentang dehidrasi :

1.      Dehidrasi adalah keadaan dimana seseorang invididu yang tidak menjalani puasa mengalmai atau beresiko mengalmai dehidrasi vaskuler, interstitial atau intra vaskuler (Lynda Jual Carpenito, 2000 : 139).

2.      Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak dari pada jumlah cairan yang masuk (Sri Ayu Ambarwati, 2003).

3.      Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan cairan yang disertai dengan output yang melebihi intaks sehingga jumlah air dalam tubuh berkurang (Drs. Syaifuddin, 1992 : 3).

4.      Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotik yang disertai kehilangan antrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. (Sylvia A. Price, 1994 : 303)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bawha dehidrasi adalah kekurangan cairan ekstra selular yang mengakibatkan berpindahnya cairan atau hilang dari tubuh.

Klasifikasi dehidrasi menurut Donna D. Ignatavicus ada 3 jenis :

a.       Dehidrasi Isotonik

Dehidrasi isotonik adalah air yang hilang diikuti dengan elektrolit sehingga kepekatannya tetap normal, maka jenis dehidrasi ini biasnaya tidak mengakibatkan cairan ECF berpindah ke ICF.

b.      Dehidrasi Hipotonik

Dehidrasi hipotonik adalah kehilangan pelarut dari ECF melebihi kehilangan cairan, sehingga dipembuluh darah menjadi lebih pekat. Tekanan osmotik ECF menurun mengakibatkan cairan bergerak dari EFC ke ICF. Volume vaskuler juga menurun serta terjadi pembengkakan sel.


c.       Dehidrasi Hipertonik

Dehidrasi hipertonik adalah kehilangan cairan ECF melebihi pelarut pada dehidrasi ini non osmotik ECF menurun, mengakibatkan cairan bergerak dari ICF ke ECF.

 

B.     Etiologi

Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe / jenis-jenis dehidrasi (Menurut Donna D. Ignatavicus, 1991 : 253).

1.      Dehidrasi

a.       Perdarahan

b.      Muntah

c.       Diare

d.      Hipersalivasi

e.       Fistula

f.       Ileustomy (pemotongan usus)

g.      Diaporesis (keringat berlebihan)

h.      Luka bakar

i.        Puasa

j.        Terapi hipotonik

k.      Suction gastrointestinal (cuci lambung)

2.      Dehidrasi hipotonik

a.       Penyakit DM

b.      Rehidrasi cairan berlebih

c.       Mal nutrisi berat dan kronis

3.      Dehidrasi hipertonik

a.       Hiperventilasi

b.      Diare air

c.       Diabetes Insipedusà hormon ADH menurun

d.      Rehidrasi cairan berlebihan

e.       Disfagia

f.       Gangguan rasa haus

g.      Gangguan kesadaran

h.      Infeksi sistemik : suhu tubuh meningkat.

 

C.    Patofisiologi

Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Penyebab tersering kekurangan volume cairan yang juda sering terjadi adalah tersimpannya cairan pada cidera jaringan luna, luka bakar berat, peritonitis / obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan di adlam ruang non ECF dan non ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi terperangkapdan tidak dapat dipakai oleh tubuh. Penumpulkan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti beradal dari volume ECF sehingga dapta mengurangi volume sirkulasi darah efektif.

Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik yang terdiri dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan berat pada lingkungan yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L keringat / jam. Sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume jika asupannya tidak mencukupi. Jumlah besar cairan dapat hilang melalui kulit karna penguapan jika luka bakar dirawat dengan metode terbuka.

Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit ginjal terjadi pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian diuretik yang berlebihan, terutama tiazid atau diuretik sampai yang kuat seperti furosemid. Diuresis osmotik obligatorik juga sering menyebabkan kehilangan Na dan air yang terjadi selama glikosuria pada DM yang tidak terkontrol atau koma hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian makanan tinggi protein secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea dalam jumlah besar yang bisa bertindak sebagai agen osmotik.

Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan, berkurangnya volume ECF menganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vene ke jantung sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena tekanan arteri rata-rata = curah x tahanan perifer total maka penurunan curah jantung mengakibatkan hipotensi. Penurunan tekanan darah dideteksi oleh baroreseptor pada jantung dan arteri karotis dan diteruskan ke pusat vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respon simpatis. Respon berupa vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung bertujuan untuk mengembalikan curah jantung dan perfusi jarignan yang normal.

Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron. Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik dan aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium oleh ginjal.

Jika terjadi hipovolemi yang lebih berat (1000 ml) maka vasokontriksi dan vasokonstriksi yang diperantai oleh angiotensin II yang meningkat. Terjadi penahanan aliran darah yang menuju ginjal, saluran cerna, otot dan kulit, sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan.

 

D.    Manifestasi Klinis

Berikut ini gejala atau tanda dehidrasi berdasarkan tingkatannya (Nelson, 2000) :

1.      Dehidrasi ringan (kehilangan cairan 2-5% dari BB semula)

a.       Haus, gelisah

b.      Denyut nadi 90-110 x/menit, nafas normal

c.       Turgor kulit normal

d.      Pengeluaran urine (1300 ml/hari)

e.       Kesadaran baik

f.       Denyut jantung meningkat

2.      Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5% dari BB semula)

a.       Haus meningkat

b.      Nadi cepat dan lemah

c.       Turgor kulit kering, membran mukosa kering

d.      Pengeluaran urien berkurang

e.       Suhu tubuh meningkat

 

3.      Dehidrasi berat (kehilangan cairan 8% dari BB semula)

a.       Penurunan kesadaran

b.      Lemah, lesu

c.       Takikardi

d.      Mata cekung

e.       Pengeluaran urine tidak ada

f.       Hipotensi

g.      Nadi cepat dan halus

h.      Ekstremitas dingin

 

E.     Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita dehidrasi (Doenges & Sylvia Anderson):

1.      Obat-obatan Antiemetik

Untuk mengatasi muntah

2.      Obat-obatan anti diare

Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta dapat diberikan oralit.

3.      Pemberian air minum

Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.

4.      Pemberian cairan intravena

Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi, separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa metabolisme.


5.      Pemberian bolus cairan IV

Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan fungsi ginjal normal.

 

F.     Pengkajian Fokus

1.      Demografi

Jenis kelamin   : dehidrasi rentan terjadi pada wanita dari pada pria.

Umur               : sering terjadi pada usia di atas 65 tahun.

2.      Riwayat Kesehatan

a.       Riwayat penyakit dahulu

1)      Fistula

2)      Ileustomy

3)      Suction gastrointestinal

4)      DM

5)      Diabetes insipedus

6)      Perdarahan

b.      Pemeliharaan kesehatan

1)      Diet rendah garam

2)      Pemasukan cairan kurang terpenuhi

c.       Pola cairan

Gejala : haus berkurang, cairan kurang

Tanda  : BB menurun melebihi 2-8% dari BB semula, membran mukosa mulut kering, lidah kotor.

d.      Pemeriksaan fisik

1)      Kesadaran       : apatis-coma

2)      Tekanan darah menurun

-          Nadi meningkat

-          Pernafasan cepat dan dalam

-          Suhu meningkat pada waktu awal

3)      BB meningkat

4)      Turgor menurun

5)      Membran mukosa mulut kering

6)      CVP menurun

e.       Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

1)      Urine

a)      Osmolalilas kemih > 450 m osmol / kg

b)      Natrium urine < 10 meg / L (penyebab di luar ginjal)

c)      Natirum urine > 10 meg / L (penyebab pada ginjal / adrenal)

d)     OJ urine meningkat

e)      Jumlah urine menurun (30-50 cc / jam)

2)      Darah

a)      Ht meningkat

b)      Kadar protein serum meningkat

c)      Na+ seruim normal

d)     Rasio buru / kreatin serum > 20 : 1 (N = 10 : 1)

e)      Glukosa serum : normal / meningkat

f)       Hb menurun.

G.    Pathway

H.    Konsep Keperawatan

1.      Diangosa Keperawatan

a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan intake yang kurang.

b.      Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah.

c.       Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit menurun.

d.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

e.       Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan tahanan vaskuler sistemik.

 

2.      Fokus Intervensi dan Rasional

a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan intake yang kurang (Doenges, 1999)

Tujuan : Volume cairan adekuat sehingga kekurangan volume cairan dapat teratasi.

Kriteria hasil :

1)      Mempertahankan keseimbangan cairan

2)      Tanda vital (N = 80 – 100 x/menit, S = 36-37oC

3)      Capillary refill < 3 detik

4)      Akral hangat

5)      Urine output 1-2 cc/kg BB/jam

Intervensi :

1)      Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor

Rasional :  Indikator keadekuatan volume sirkulasi, hipotensi data terjadi dengan resiko cedera setelah perubahan posisi.

2)      Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat.

Rasional :  Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.

3)      Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan jaksatif / diuratik

Rasional :  Membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan / atau penggunaan laksatif / deuratik mencegah kehilangan lebih lanjut.

4)      Identifikasi rencana untuk meningkatkan / mempertahankan keseimbangan cairan optimal. Misal : jadwal masukan cairan.

Rasional :  Melibatkan pasien dalam rencana untuk memperbaiki ketidakseimbangan.

5)      Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal

Rasional :  Perpindahan cairan / elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi penyembuhan.

6)      Berikan / awasi pemberian cairan IV

Rasional :  Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidak-seimbangan cairan.

7)      Tambahan kalium, oral atau N sesuai indikasi

Rasional :  Dapat mencegah disritmia jantung.

 

b.      Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan aliran darah.

Tujuan : Mempertahankan / memperbaiki perfusi jaringan.

Kriteria hasil :

1)      Tanda-tanda vital stabil TD = 120/80, Nadi = 80-100 h, kulit tidak pucat.

2)      Kulit hangat

3)      Nadi perifer teraba

4)      Keluaran urine adekuat 0,5 – 1,5 cc / kg / BB

5)      CRT < 2 detik.

6)      Kesadaran composmentis

7)      Tidak ada nyeri dada

Intervensi :

1)      Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing.

Rasional :  Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.

2)      Selidiki keluhan nyeri dada, catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa yang menghilangkan nyeri.

Rasional :  Dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.

3)      Auskultasi nadi apikal, awasi kecepatan jantung / irama.

Rasional :  Perubahan disritmia dan iskemi dapat terjadi sebagai akiabt hipotensi, hipoksia, ketiseimbangan elektrolit atau pendinginan dekat area jantung bila lavase air dingin digunakan untuk mengontrol perdarahan.

4)      Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah lemah.

Rasional :  Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan / atau terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin.

5)      Catat haluran urine dan BJ

Rasional :  Penurunan perfusi ginjal dimanifestasikan sistemik dapat menyebabkan iskemia/gagal dengan penurunan keluaran urine.

6)      Observasi kulit pucat, kemerahan, pijat dengan minyak, ubah posisi dengan sering.

Rasional :  Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko kerusakan kulit.

7)      Awasi nadi oksimetri

Rasional :  Mengindentifikasi hipoksemia, kefektifan / kebutuhan untuk terapi.

8)      Berikan cairan IV sesuai indikasi

Rasional :  Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi. Penggunaan RL di kontraindikasikan pada adanya gagal hati karena metabolisme laktat terganggu.

 

c.       Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit menurun.

Tujuan : Mengindentifikasi dan mempertahankan kulit halus, kenyal, utuh.

Kriteria hasil :

1)      Turgor kulit baik, kulit utuh, tidak ada lecet, tidak ada kemerahan. 

Intervensi :

1)      Observasi kemerahan, pucat.

Rasional :  Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif.

2)      Dorong mandi tiap 2 hari 1 x

Rasional :  Sering mandi membuat kulit kering.

3)      Gunakan krim kulit 2 x sehari

Rasional :  Melicinkan sirkulasi pada kulit, meningkatkan tonus kulit.

4)      Diskusikan pentingnya perubahan posisi, perlu untuk mempertahankan aktifitas.

Rasional :  Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringa.

5)      Tekankan pentingnya masukan nutrisi / cairan adekuat.

Rasional :  Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi klien.

 

d.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Pasien diharapkan mampu meningkatkan toleransi aktifitas.

Kriteria hasil :

1)      Peningkatan kekuatan otot berhubungan dengan tidak diaporesis.

Intervensi :

1)      Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan lingkungan tenang.

Rasional :  Meningkatkan istirahat dan ketenganan, menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan.

2)      Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai indikasi

Rasional :  Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.

3)      Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif / aktif.

Rasional :  Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.

4)      Periksa tanda vital sebelum dan segera aktifitas khususnya penggunaan diuren. 

Rasional :  Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktifitas.

5)      Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.

Rasional :  Palpitasi nadi tak teratur dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan program olah raga atau obat.

 

e.       Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan vaskuler sistemik.

Tujuan : Mempertahankan curah jantung.

Kriteria hasil :

1)      Tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada perubahan EKG.

Intervensi :

1)      Auskultasi bunyi jantung dan paru

Rasional :  Takipnea, frekuensi jantugn tak teratur menunjukkan GGK.

2)      Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, suhu.

Rasional :  Hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan tekanan nadi, penurunan nadi perifer, pucat, penyimpangan mental cepat menunjukkan tamponade, yang merupakan kedaruratan medik.

3)      Kaji tingkat aktifitas, respon terhadap aktifitas

Rasional :  Kelelahan dapat menyertai anemia.

4)      Awasi pemeriksaan lab, contoh : eletkrolit (kalium, natrium, kalsium, magnesium).

Rasional :  Ketidakseimbagnan dapat mengganggu kondisi elektrikal dan fx jantung.

5)      Catat warna kulit dan kualitas nadi

Rasional :  Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung menurun membuat kulit pucat dan menurunnya kekuatan nadi perifer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar