Senin, 04 Maret 2013

LP DHF


A.        DEFINISI
     Suatu penyakit demam akut disebabkan oleh virus yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk apecies Aides Aegypti yang menyerang pada anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan: demam, nyeri otot dan sendi, manifestasi perdarahan dan cenderung menimbulkan syok yang dapat menyebabkan kematian. (Hendaranto, Buku ajar IPD, FKUI, 1997, hal 417).
B.        KLASIFIKASI
1.      Derajat I
a.          Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan
b.         Uji tourniquet (+)
c.          Trombositopenia
d.         Hemokonsentrasi
2.      Derajat II
Derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain
3.      Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu
a.          Nadi cepat dan lemah
b.         Tekanan darah rendah (hipotensi)
c.          Gelisah
d.         Sianosis sekitar mulut, dan ujung jari
4.      Derajat IV
a.          Dengue Shock Sindrome dengan nadi tak teraba
b.         Tekanan darah tak dapat diukur

C.        ETIOLOGI
     Virus Dengue serotipe yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes Aegypti.



D.        PATOFISIOLOGI
     Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, terjadi viremia yang ditandai dengan demam, sakit kepala, muak nyeri otot, pegal disekitar tubuh, hiperemia di tenggorokan, suam atau bintik-bintik merah pada kulit, selain itu kelainan dapat terjadi pada sistem retikula endotetial, seperti pembatasan kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler ehingga cairan keluar dari intraseluler ke ekstraseluler. Akibatnya terjadi pengurangan volume plasma, penurunan tekanan darah, hemokosentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma meembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau kurang. Bila renjatan hipopolemik yang terjadi akibatkehilangan plasma tidak segera diatasi, maka akan terjadi anorekma jaringan, asidosis metabolik, dan kematian. ( Pice, Sylvia A dan Lortainne M Wilson.. 1995 )

E.        MANIFESTASI KLINIS
              1.         Masa Inkubasi
          Sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukkan virus dengue ke dalam kulit , terdapat masa laten yang berlangsung 4 – 5 hari diikuti oleh demam , sakit kepala dan malaise.
              2.         Demam
          Demam terjadi secara mendadak berlagsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsungnya demam , gejala- gejala klinik yang tidak spesifik misalnya , anoreksia , nyeri punggung , nyeri tulang dan persendian , nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyertainya.





              3.         Perdarahan
          Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan umumnya terjadi pada kulit , dan dapat berupa uji turniket yang positif , mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena , petekia dan purpura. Selain itu juga dapat dijumpai epstaksis dan perdarahan gusi , hematomesis dan melena.
              4.         Hepatomegali
          Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba , meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal , harus diperhatikan kemungkinan akan terjadinya renjatan pada penderita.
              5.         Renjatan ( syok )
          Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya penderita , dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab , dingin pada ujung hidung , jari tangan dan jari kaki serta cyanosis di sekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang buruk. Nadi menjadi lembut dan cepat , kecil bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah sistolik akan menurun sampai di bawah angka 80 mmHg.
              6.         Gejala klinik lain
          Nyeri epigastrum , muntah – muntah , diare maupun obstipasi dan kejang – kejang. Keluhan nyeri perut yang hebat seringkali menunjukkan akan terjadinya perdarahan gastrointestinal dan syok.
( Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002 ).

F.         PENGKAJIAN
              a.     Primer A,B,C,D
1)      Air way       :
a)      Kaji dan pertahankan jalan napas
b)      Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c)      Gunakan alat bantu jalan napas
d)     Jika perlu petimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu mempertahankan jalan napas.

2)      Breathing    :
a)      Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi >92%
b)      Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask
pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
c)      Periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
d)     Kaji respiratory rate
e)      Periksa system pernapasan
f)       Cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak.
g)      Sesak nafas -/+
h)      Pada perkusi didapatkan suara hipersonar -/+
3)      Circulation :
a)      Biasanya sering terjadi “circulatory collapse oleh karena “Tenston     pneumothoraks”
b)      kaji heart rate dan rhytem
c)      catat tekanan darah
d)     lakukan pemeriksaan EKG
e)      lakukan pemasangan IV akses
f)       lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
4)      Disability    :
a)      Nyeri dada -/+
b)      Kesadaran menurun -/+
c)      Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU
d)     Penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU.
                     b.         Skunder
1)      Darah
a)      Trombosit menurun.
b)      HB meningkat lebih 20 %
c)      HT meningkat lebih 20 %
d)     Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
e)      Protein darah rendah
f)       Ureum PH bisa meningkat
g)      NA dan CL rendah
2)      Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
a)      Rontgen thorax : Efusi pleura.
b)      Uji test tourniket (+)

G.        CARA PENULARAN
1.      Penyakit demam berdarah ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti yang mengandung virus dengue. Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti :
2.      Berwarna hitam dan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuh
3.      Berkembang biak ditempat penampungan air dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti : bak mandi, tempayan, drum, vas bunga dan ban bekas dll
4.      Nyamuk aedes aegipty tidak dapat berkembang biak diselokan / got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah
5.      Biasanya menggigit manusia pada pagi hari dan sore hari
6.      Mampu terbang sampai 100 meter

H.        CARA PENCEGAHAN
1.      Pemberantasan Sarang Nyamuk
a.          Menguras
b.         Menutup
c.          Mengubur tempat yang dimungkinkan berkembangbiaknya nyamuk aedes agypty
2.      Fogging atau pengasapan
3.      Abatesasi

I.          PATHWAY
TERLAMPIR
 (Pice, Sylvia A dan Lortainne M Wilson.. 1995 )

J.          DIAGNOSA KEPERAWATAN
                  1.         Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi.
                  2.         Resiko terjadinya  syok hipovolemik b.d perdarahan yang berlebihan
                  3.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake makanan yang tidak adekuat akibat mual , muntah , sakit menelan dan tidak nafsu makan.
                  4.         Resiko kurang volume cairan vaskuler b.d pindahnya cairan dari intra vaskuler ke ekstra vaskuler.
(Carpenito, Lynda Juall. 2001 ).


K.        INTERVENSI
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi









Resiko terjadi syok hipofolemik b.d perdarahan yang berlebihan













Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake makanan yang tidak adekuat , akibat mual , muntah , sakit menelan dan tidak nafsu makan








Resiko kurangnya volume cairan b.d pindahnya cairan dari intra vaskuler ke ekstra vaskuler.
Suhu tubuh pasien akan kembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , dengan kriteria hasil :
~       Suhu pasien antara 36  – 37 º C
~       Pasien tidak gelisah



Resiko terjadinya syok hipovolemik berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , dengan kriteria hasil :
~       Tanda – tanda viotal stabil dalam batas normal
~       Ht dalam batas normal 37 – 43 %
~       Pasien terlihat tidak gelisah




Kebutuhan nutrisi pasien akan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam , dengan kriteria hasil :
~       Pasien dapat menghabiskan porsi makanan yang dihidangkan
~       Berat badan pasien stabil



Resiko kurangnya volume cairan dalam tubuh pasien akan berkurang setela dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam , dengan kriteria hasil :
~        Pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan vaskuler yang ditandai dengan tanda – tanda vital stabil dalam batas normal produksi urine > 30 cc / jam.
~        Pasien tidak merasa haus , mukosa mulut tidak kering.


1.      Kaji suhu dan tanda-tanda vital setiap jam
2.      Berikan kompres hangat
3.      Anjurkan pasien untuk banyak minum
4.      Lakukan tirah baring 
5.      Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat
6.      Ganti pakaian dan alat tenun jika basah.

1.      Observasi keadaan umum dan tanda-tnda vital
2.      Puasa makan dan minum pada perdarahan saluran cerna












1.      Anjurkan pasien makan dengan porsi kecil tapi sering.
2.      Kolaborasi dengan dokter dalam melaksanakan program medik tentang pemberian infus makan , antisida dan antimedik






1.      Anjurkan pasien untuk banyak minum
2.      Pantau masukan dan pengeluaran ; catat berat jenis urine.
3.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian infus.










1.      Memantau perubahan suhu tubuh
2.      Menurunkan suhu yang meningkat
3.      Meingkatkan hidrasi
4.      Menurunkan suhu tubuh



1.      Memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama saat terjadi perdarahan untuk memastikan tidak terjadinya pre syok / syok pada pasien.
2.      Puasa membantu mengistirahatkan saluran pencernaan untuk sementara selama perdarahan berasal dari saluran cerna.

1.      Asupan nutrisi pasien sedikit demi sedikit terpenuhi
2.      Mengurangi mual , sakit menelan dan tidak nafsu makan pasien.








1.  Volume cairan dalam tubuh bertambah
2.  Memberikan perkiraankebutuhan akan cairan pengganti , fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
3.  Meningkatan intake cairan tubuh.














DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku K\efdokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGVC.
Pice, Sylvia A dan Lortainne M Wilson.. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi Empat Buku Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

LP ATRESIA RECTAL


A.    Pengertian

            Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998).
            Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:
  1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
  2. Membran anus menetap
  3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
  4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu
            Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal.

B.     Pathofisiologi



C. Ganbaran Klinik

            Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas:
1.      Tidak adanya apertura anal
2.      Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal
3.      Muntah dengan abdomen yang kembung
4.      Kesukaran defekasi,  misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis
            Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

D. Pemeriksaan Penunjang

  1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus
  2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius
  3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

E. Penatalaksanaan

  Medik:
1.      Eksisi membran anal
2.      Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
  Keperawatan
               Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

F. Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria
2.      Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria
3.      Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5.      Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi
6.      Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7.      Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol


























q  Gangg. pertumbuhan
q  Fusi
q  Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik


ATRESI ANI
 
G. Path Ways





 

























Resti kerusakan integritas kulit
 

Gngguan rasa nyaman
 

Resti Infeksi
 
 





















G.  Intervensi
DP
Tujuan
Intervensi
Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, Dysuria




Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d vistel rektovaginal, Dysuria






Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia




Nyeri b.d trauma jaringan post operasi (Kolostomi)












Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol







Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan KH:
  Pasien dapat BAK dengan normal
  idak ada perubahan pada jumlah urine

Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH:
q  Nyeri berkurang
q  Pasien merasa tenang






Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH :
q  Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
q  Turgor pasien baik
q  Pasien tidak mual, muntah
q  Nafsu makan bertambah
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama dengan KH:
q  Nyeri berkurang
q  Pasien merasa tenang
q  Tidak ada perubahan tanda vital








Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama dengan KH:
q  Mempertahankan integritas kulit
q  Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit
q  Mengindentifisikasi faktor resiko individu
¨      Kaji pola eliminasi BAK pasien
¨      Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
¨      Selidiki keluhan kandung kemih penuh
¨      Awasi/observasi hasil laborat
¨      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

¨      kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
¨      Ajarkan teknik relaksasi distraksi
¨      Berikan posisi yang nyaman pada pasien
¨      Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian
¨      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi


¨      Kaji KU pasien
¨      Timbang berat badan pasien
¨      Catat frekuensi mual, muntah pasien
¨      Catat masukan nutrisi pasien
¨      Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
¨      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu
¨      Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
¨      Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi
¨      Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai stoma
¨      Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
¨      Bantu melakukan latihan rentang gerak
¨      Awasi adanya kekakuan otot abdominal
¨      Kolaborasi pemberian analgetik


¨      Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong
¨      Ukur stoma secara periodik misalnya tia perubahan kantong
¨      Berikan perlindungan kulit yang efektif
¨      Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin
¨      Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma
¨      Kolaborasi dengan ahli terapi.



DAFTAR PUSTAKA


   Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
   Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
   Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC
   Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby